Rokok Dan Rakyat

Rokok memang menggiurkan. Agaknya pameo ini pas jika ditujukan untuk republik ini. Bukan saja rasanya yang menggoyang lidah umat manusia selama ini. Tetapi cukai yang dihasilkan dari rokok mampu menyangga APBN selama ini. Tidak heran aliran uang mengalir laksana sungai. Di Malang pendapat cukai yang diterima negara melebihi APBD Kota Malang sendiri.

Sekalipun cukai itu tidak dinikmati sepenuhnya daerah setempat. Namun puluhan miliar batang rokok yang diproduksi mampu untuk menyambung hidup puluhan ribu buruh di Malang. Memang negara ini tidak terlepas dari penggelapan, penyelundupan dan praktek kecurangan lainnya. tak terkecuali untuk sekedar mengelabuhi hukum berkaitan dengan cukai rokok yang harganya kian mengangkasa belakangan ini.

Di satu sisi, inilah realita kehidupan bangsa ini. Tidak semua golongan masyarakat mampu menikmati rokok berkelas macam tembakau Virginia ataupun sekedar menikmati rokok kretek buatan produksi dalam negeri. Mengecer beberapa batang rokok saja terkadang belum cukup untuk menuntaskan hasrat ingin merokok.

Peluang bisnis seperti ini akhirnya digaet oleh banyak PR(Pabrik Rokok) kecil yang tidak bermodalkan cukai untuk memperdagangkan batangan rokok ke pasaran. Bisa dibilang hal ini seakan permainan kucing-kucingan dengan aparat. Lolos yah syukur, tertangkap berarti ada kemungkinan membayar denda cukai yang nilainya beberapa kali lipat dari akumulasi nilai pelanggaran yang dibuat.

Dilematis memang, di satu sisi dengan adanya PR tanpa cukai ini mampu menjaring puluhan ribu bahkan ratusan ribu buruh di Indonesia. Namun di sisi lain hukum harus ditegakkan, begitu pula bagi upaya pemerintah untuk meraih pendapatan signifikan dari sektor pajak.

Di Malang ada banyak pabrik rokok yang berdiri, mulai dari PT Bentoel Prima, Tbk, PT Rothmans of Pall Mall Indonesia, BAT, dll. Dilain itu masih banyak puluhan pabrik rokok kecil yang menaungi hajat hidup puluhan ribu orang tadi termasuk keluarganya. Dengan munculnya ketentuan pencabutan izin bagi 20 PR untuk tidak memperoleh jatah cukai dari pemerintah menjadikan bisnis rokok dikalangan PR kecil menjadi kolaps. Terlebih bagi Kota Malang sebagai tempat bernaungnya puluhan pabrik rokok tanpa cukai nanti. Kota ini dirancang untuk menjadi Kota Pendidikan, Pariwisata bukan sebagai Kota Industri yang mengglobal.

Dengan keadaan seperti ini niscaya puluhan ribu orang menjadi korban. Sungguh bukanlah suatu konklusi bagi Kota ini yang bergerak cepat di bidang pembangunan ruko dan mallnya. rata-rata buruh pabrik rokok ini adalah wanita dan sebagian besar berusia diatas 40 tahun. Dari kenyataan ini sudah didapat andai mereka harus berhenti bekerja akan diarahkan kemana arah mereka melangkah. Lapangan kerja sudah semakin sempit di kota ini ditambah kenyataan negeri ini setiap tahun menghasilkan sarjana yang menganggur.

Lupakan persoalan dilematis, salah satu cara dari problema diatas adalah memberi peluang 20 PR untuk memproduksi rokok PR lain yang masih berlaku ijin cukainya. Mengingat permasalahan ini harus cepat diselesaikan tentu dibutuhkan koordinasi pihak-pihak terkait untuk penyelesaian problem ini. Ibaratnya, terlambat sedikit saja problem ini akan menjadi sebuah bom waktu bagi rantai ekonomi Kota Malang. Bukankah buruh adalah mata rantai dari perjalanan ekonomi Bangsa ini.

Tinggalkan komentar

Belum ada komentar.

Comments RSS TrackBack Identifier URI

Tinggalkan komentar

  • Paling Kanyab Diwoco

  • Arsip

  • Polling

  • Polling maning