10 Striker Arema Terbaik Sepanjang Masa

Iseng-iseng ayas googling, karena sangat penasaran ingin mencari profil idola ayas jaman dulu, sang striker joss, sang destroyer, sang canon ball, Singgih Pitono. Memang kalo sudah rejeki tidak kemana, ayas mendapatkan referensi dari sebuah blog dengan nama blogaremaisme, lebih joss lagi ayas bukan cuman mendapatkan satu Singgih Pitono, tapi 10 lainnya. Hahahahaha 10 striker jess, surprise pol ayas. Lha siapa aja mereka? Simak lebih lanjut……..                        
1. Singgih Pitono
Legend of the Legends, julukan ini pantas disematkan kepada Singgih Pitono. Ia ditemukan manajemen Arema di akhir dasawarsa 80’an setelah blusukan ke Tulungagung untuk mencari bakat terpendam guna ditampilkan di ajang Galatama. Singgih Pitono 2 kali menjadi top skorer Galatama yaitu pada Galatama XI tahun 1991/1992 dengan torehan 21 gol, Galatama XII tahun 1992/1993 dengan 16 gol. Selain itu ia mampu menempatkan diri sebagai top skorer tim pada Liga Indonesia I di tahun 1994/1995 dengan 14 gol. Dengan perolehan tersebut maka layaklah Singgih Pitono dianugerahi “award” sebagai penyerang/striker terbaik yang dimiliki oleh Arema. Singgih Pitono hadir di bumi Arema dan memperkuat tim yang diidolai hampir penggemar sepakbola di seantero Malang selama lebih dari 7 tahun. Kiprah terakhir Singgih Pitono bersama Arema adalah pada Liga Indonesia II 1995/1996. Seolah menandai akhir era emas Singgih Pitono di pentas sepakbola Indonesia, ketika itu ia hanya mampu mencetak 4 gol di kompetisi LI II sekaligus menjadikan tahun itu sebagai tahun kelabu bagi barisan penyerang Arema. Total, hanya 19 gol yang mampu dicetak pemain Arema dalam 30 pertandingan. Koefisien gol sebesar 0,63 menjadikan kompetisi tersebut sebagai masa paling “mandul gol” bagi Arema. Bahkan, ketika itu Singgih Pitono sempat menjadi cemohan warga Malang karena sudah tidak mampu lagi memamerkan skill tendangan geledeknya ketika tendangan bebas. Salah satu yang patut disesali adalah momen tendangan bebas yang diperoleh Singgih Pitono ketika melawan ASGS di Stadion Gajayana Malang. Singgih Pitono beberapa kali memperoleh peluang tendangan bebas yang berjarak hanya 20-25 meter dari garis gawang ASGS. Namun, dari sekian peluang yang diperolehnya tidak ada yang mempu melewati pagar betis pemain lawan. Sehingga beberapa pelaung emas yang biasa menjadi spesialisasinya sirna menjadi gol. Meskipun begitu, dengan segala prestasinya tersebut Singgih Pitono patut masuk sebagai salah satu legenda terbaik yang pernah dimiliki Arema.

2. Mecky Tata
Bila Singgih Pitono adalah Michael Jordan, maka Mecky Tata adalah Scottie Pippennya. Mungkin terasa berlebihan, tapi cukuplah untuk menggambarkan duet maut penyerang yang dimiliki Arema Malang. Mecky Tata adalah pemain asal Papua yang mencatatkan prestasi mentereng bersama Arema. Ketika berduet dengan Singgih Pitono ia pernah mengantarkan Arema menjadi Juara Galatama 1992/1993 dan Runner Up Piala Galatama 1992. Sementara prestasi individunya ketika menjadi pemain Arema ialah berhasil meraih Gelar Top Skorer Galatama IX tahun 1988/1989 dengan 18 gol bersama dengan Dadang Kurnia, penyerang dari klub Bandung Raya. Ketiak di Arema, Mecky Tata beberapa kali menjadi Runner up top skorer tim dibawah Singgih Pitono, salah satunya pada Galatama IX tahun 1990-1992 dengan torehan 8 gol. Kiprah Mecky Tata bersama Arema berakhir pada Ligina V di tahun 1999.

3. Pacho Rubio
Pacho adalah legenda Arema dibandingkan dengan sederetan legiun asing Arema yang berasal dari Chile diantaranya Rodrigo Araya, Juan Rubio, Jaime Rojas, Marcus Rodriguez, Nelson Leon Sanchez, Christian Cespedes dan J.C. Moreno. Kiprahnya bersama Arema memang tergolong singkat. Total ia mampu mencetak 10 gol sejak hadir di bumi Arema mulai putaran II Liga Indonesia 2000(termasuk 3 gol yang dicetak Pacho Rubio dalam 2 pertandingan di babak 8 Besar di Senayan). Kiprahnya bersama Arema di babak 8 besar tersebut menjadi momen emasnya bersama Arema. Hebatnya, semua golnya dihasilkan dari tandukan kepala dan lewat sebuah prosesi cantik hasil assist dari gelandang-gelandang Arema yang dimotori oleh Rodrigo Araya. Sayang, skorsing seumur hidup PSSI membuyarkan harapan Aremania untuk melihat kiprah Pacho lebih lama di Malang. Meskipun begitu, Pacho adalah simbol bagi Aremania. Simbol yang melambangkan perjuangan, kerja keras dan harga diri Aremania.

4. Ahmad Junaidi
Arek Probolinggo ini datang ke Arema dengan segala beban dari harapan Aremania yang terpatri dipundaknya. Meski ia pernah sukses bersama PKT Bontang ketika menjadi runner up Liga Indonesia VI, tentu tidak terlalu mengenakkan hadir untuk pertama kali di bumi Arema dibawah bayang-bayang kesuksesan Pacho Rubio di musim sebelumnya. Apalagi di awal-awal Liga Indonesia VII, Ahmad Junaidi kehilangan partnernya dilini depan, Hadi Surento setelah bertanding melawan PSS Sleman. Namun, Ahmad Junaidi mampu menjawab semua keraguan yang diletakkan kepadanya, meski Arema di Putaran I mengandalkan pemain lokal, Ahmad Junaidi mampu menjadi top skorer tim dengan torehan 15 gol ketika itu. Bahkan ketika manajemen Arema mendatangkan bomber sekelas Bamidelle Frank Bob Manuel di Putaran II, ketajaman yang ditunjukkan Ahmad Junaidi juga tidak berkurang. Bersama Bobby(panggilan akrab Bamidelle Frank Bob Manuel) Ahmad Junaidi bersama-sama membukukan masing-masing 7 gol untuk Putaran II tersebut. Salah satu momen terbaik Ahmad Junaidi bersama Arema dan Aremania adalah ketika menjadi pahlawan kemenangan Arema atas musuh bebuyutannya dengan sebiji gol yang dicetaknya di menit 75 pada laga yang disaksikan sekitar 20.000 Aremania di Stadion Gajayana Malang. Laga yang digelar pada tanggal 8 Juli 2001 tersebut membawa kemenangan Arema dengan skor 1-0. Sayangnya, diakhir musim kompetisi Ahmad Junaidi berbuat blunder, from hero to zero adalah istilah yang tepat dibuatnya. Ahmad Junaidi yang dikontrak 2 tahun oleh Arema berbuat ulah dengan mengingkari kesepakatan kontrak kerja 2 tahun yang telah dibuat sebelumnya. Dalih meminta tambahan gaji di musim kedua dijawab Arema dengan tidaknya kesepakatan yang tertulis di lembar kontrak yang pernah ditandatangani sebelumnya. Akhirnya, transfer sebesar 125-175juta rupiah dari kubu Persebaya menjadi jawabannya. Seolah menjadi karma, setelah meninggalkan Arema Ahmad Junaidi seolah kehilangan tajinya. Di Persebaya karirnya memudar, ia tidak cocok dengan skema permainan pelatih Persebaya ketika itu, Rusdy Bahalwan. Selepas dari Arema, Ahmad Junaidi sudah tidak pernah mencetak gol lebih dari 10 gol dalam semusim di strata teratas Liga Indonesia. Selepas dari Arema dan Persebaya Ahmad Junaidi berpindah-pindah klub diantaranya pernah memperkuat Persema Malang di Ligina 2004 dan Persipro Probolinggo.

5. Johan Prasetyo
Johan Prasetyo didatangkan dari Diklat Salatiga bersama Suswanto. Di tahun pertama dan terakhirnya membela Arema, Johan mampu menyingkirkan sederet pemain senior seperti Joko Susilo, Marcus Rodriguez untuk menjadi ujung tombak bagi pola 3-6-1 arahan Daniel Rukito. Total 14 gol dicetak Johan Prasetyo di musim pertamanya. Dengan usia yang masih muda ia mampu menjadi pesaing sederet bomber papan atas seperti Bako Sadissou, Bambang Pamungkas, Yao Eloi, Jainal Ikhwan, dll. Di musim pertamanya tersebut Johan Prasetyo mampu memukau Aremania. Bahkan sekelompok Aremania pernah membentangkan sebuah replika kaus dengan ukuran lebih dari 5 meter bertuliskan Johan Prasetyo lengkap dengan nomor punggung 11 ketika laga kandang terakhir Arema melawan Persikota Tangerang. Sayang di babak 8 besar Johan Prasetyo tidak mampu menyumbang sebiji golpun untuk Arema. Puncaknya, ia bersama Suswanto dan sederet mantan punggawa Arema di Ligina VIII dicap sebagai pengkhianat dengan ikut bedol desa ke Kediri. Johan Prasetyo bersama Suswanto sebenarnya dikontrak 3 tahun bersama Arema ketika itu. Di akhir musim tersebut Aremania harus merelakan keduanya untuk pergi dengan nilai transfer mencapai 100juta rupiah. Sama seperti kiprah Ahmad Junaidi ketika “mengkhianati” Aremania, Johan Prasetyo juga seakan kehilangan tajinya begitu keluar dari Arema. Meski ia pernah merasakan gelar juara Liga Indonesia bersama Persik Kediri, namun deretan cedera dan inkonsistensi menyebabkan ia kehilangan pamornya. Selepas meninggalkan Arema, ia tidak pernah lagi mencetak gol dengan jumlah 10 gol didalam satu musim kompetisi.
6. Charles I.S. Horiq
Untuk 13 Gol yang dicetak dalam setengah musim kompetisi adalah jumlah yang hebat bagi pemain yang baru pertama kalinya menancapkan kaki di ajang liga profesional. Charles Horiq sebelum bergabung dengan Arema adalah pemain di Mabes TNI AU. Bahkan, awal kalinya ia bergabung di Arema, tidak ada seorangpun publik yang menggantungkan asa kepadanya. Harap maklum, posisi Arema ketika itu berada di jurang degradasi. Namun, bersama rekrutan baru Arema macam Simamo Armand Basile, Christian Cespedes, Stenly Mamuaya, Rodrigo Araya dan Anshar Abdullah ia sukses menjadi tumpuan pelatih Meneer Henk Wullems. Sayang, terlambatnya start Arema di Liga Indonesia 2003 menjadikan kerja keras Charles Horiq seakan sia-sia. Arema tetap terpuruk di papan bawah dan terdegradasi ke Divisi I di musim berikutnya. Namun, seolah menjadi impas ketika Charles Horiq berada di Arema musim berikutnya, meski hanya menjadi supersub dan mencetak beberapa gol, Charles Horiq bersama pemain Arema lainnya sukses menjuarai Divisi I dan lolos ke Divisi Utama Ligina(Liga Indonesia) 2005. Selepas dari Arema, Charles Horiq sempat berpindah klub yaitu Persela Lamongan dan Persija Jakarta.

7.Emaleu Serge Ngomgue

Sungguh beruntung Arema memiliki bomber sekelas Emaleu Serge. Kehadirannya mampu mnejadikan Arema sebagai salah satu tim tersubur di Liga Indonesia 2005-2006. Dari 3 musim kehadiran Serge di bumi Arema(tidak termasuk musim 2007 dimana Emaleu Serge mengalami cedera patah kaki selepas pertandingan di Jusuf Cup akibat tackle brutal pemain belakang Persipura, Bhio Pauline). Dari dua musim pertama Emaleu Serge membela Arema, total ia membubukan 36 gol. Di musim 2005 ia mencetak 11 gol di ajang Ligina dan 7 gol di ajang Copa Indonesia dan turut menyukseskan langkah Arema sebagai Juara Copa Indonesia 2005 serta runner up top skor Copa Indonesia dibawah Javier Roca. Tahun berikutnya, berkah seolah memayungi Emaleu Serge bersama Arema. Meski hanya mencetak 9 gol diajang Ligina dan hanya mampu membawa Arema sampai 8 besar Ligina 2006, namun Emaleu Serge mampu membukukan 9 gol di ajang Copa Indonesia 2006. Emaleu Serge menjadi Top Skorer Copa Indonesia 2006 dengan 9 gol dan mampu membawa Arema menjadi Kampiun Copa Indonesia untuk kedua kalinya. Emaleu Serge tampil di kedua Final Copa Indonesia 2005 dan 2006. Meski tak mencetak gol, duetnya bersama Franco Hita kerap mengobrak-abrik barisan pertahanan lawan. Bersama Mecky Tata dan Singgih Pitono, ia adalah satu diantara 3 pemain penyerang Arema yang pernah mendapatkan predikat gelar top skorer. Nyaris, kiprahnya di Liga Indonesia tidak pernah menyayati hati Aremania. Emaleu Serge sampai sekarang masih berniat bergabung dengan Arema, sekalipun ia tahu kuota pemain asing nonAsia di Arema sudah penuh seiring hadirnya Roman Chmelo, Esteban Guillen dan Pierre Njanka. Selepas bergabung dengan Arema, Emaleu Serge sempat bergabung bersama Persija Jakarta dan Pro Duta Sleman.

8. Roman Chmelo
Roman adalah simbol kedigdayaan barisan penyerang Arema masa kini. Pergerakannya yang luwes dan fisiknya yang mumpuni menjadikan ia sebagai salah satu dari sekian pemain Arema yang stabil penampilannya sepanjang mengikuti Indonesia Super League 2009/2010. Roman Chmelo datang di putaran II ISL 2008/2009 untuk menggantikan posisi Leo Chitescu. Tidak butuh waktu lama Roman untuk menjadi idola Aremania. Meski ia hampir tersingkir di awal ISL 2009/2010 karena tidak sesuai dengan kebutuhan Robert Albert, namun perlahan pasti akhirnya ia mampu menjawab segala keraguan yang ditimpakan kepadanya. Total 15 gol di ajang ISL 2009/2010 ia buat untuk mengantarkan Singo Edan meraih gelar ISL untuk pertama kalinya. Sementara, di ajang Piala Indonesia, meski hanya 1 gol dan beberapa kontribusi berupa assist sanggup mengantarkan Arema menjadi Runner Up Piala Indonesia sebelum dikalahkan Sriwijaya FC pada final yang berlangsung di Solo beberapa waktu lalu. Roman Chmelo saat ini mnejadi idola Aremania bersanding dengan beberapa pemain kunci seperti Noh Alam Shah, M. Ridhuan, dan sederet pemain lainnya. Loyalitasnya bersama Singo Edan sudah terbuktikan dengan adanya deal lisan antara dia dengan management Arema untuk memperkuat tim berjuluk Singo Edan pada musim kompetisi 2010/2011.

9. Noh Alam Shah
Along, panggilan akrab dari Noh Alam Shah adalah The New Pacho Rubio. Pemain bengal ini memang ibarat Pacho Rubio yang diidolai oleh jutaan Aremania/ta. Nyaris, tidak terhitung tingkah laku “unik” ALong semasa memperkuat Arema. Dimulai dari banyaknya kartu yang diterima, hingga insiden yang melibatkan tendangan Kungfu Along di Final Piala Indonesia antara Arema melawan Sriwijaya FC. Meskipun begitu, Along adalah aset yang berharga di Arema. Total 14 gol di pentas ISL 2009/2010 ditambah 1 gol di ajang Piala Indonesia menjadikannya sebagai salah satu bomber tersubur yang dimiliki Arema. Meski ia tidak berhasil mencapai target untuk mencetak 20 gol di ajang ISL musim ini, namun perolehan 14 gol tersebut sudah cukup untuk memberikan kontribusi berarti bagi perjalanan Arema musim ini. Bahkan tidak jarang gol Along menentukan langkah Arema meraih kemenangan di setiap pertandingannya. Salah satunya adalah ketika ia berhasil mencetak gol penentu atas Persik pada laga yang berlangsung di Stadion Surajaya Lamongan. Gol tunggal itu mampu mengobati luka Aremania yang bertahun-tahun merindukan kemenangan atas Persik. Lebih dari 11000 Aremania bersuka cita menyambut gol tunggal tersebut. Di Timnas Singapura, ALong mencetak 34 gol dari 75 kesempatan memperkuat The Lions

10. Emile Bertrand Mbamba
Mbamba, demikian panggilan akrabnya adalah satu-satunya striker Arema yang pernah bermain di ajang UEFA Champions League. Ketika itu ia memperkuat Maccabi Tel Aviv dan mencetak gol ke gawang Juventus di ajang Penyisihan Grup C. Uniknya, gol yang dibuat oleh Mbamba memupuskan harapan Juventus dan Juventini untuk mencetak clean sheat dan kemenangan 100% di ajang penyisihan Grup tersebut. Walhasil, setelah pertandingan yang berakhir seri tersebut Juventus harus “merelakan” lolosnya ke Babak 16 Besar sedikit ternoda dengan hilangnya kans meraih 3 poin atas lawan yang berada di posisi akhir Grup C. Di Arema, Mbamba total mencetak 17 gol dari 23 kali pertandingan selama memperkuat Arema di musim Liga Indonesia 2007-2008 dan ISL 2008. Kontribusinya sangat besar untuk mengantarkan Arema menembus babak 8 besar di Liga Indonesia 2007-2008. Di musim pertamanya bersama Arema ia baru memperkuat tim ketika sudah memasuki putaran kedua. Selama setengah musim ditambah kiprah Mbamba di 8 Babak 8 Besar, ia suskes membukukan 11 gol. Tak jarang gol yang dicetak oleh Mbamba adalah gol cantik yang berkelas. Seperti misalnya salah gol yang dicetak lewat tendangan voli ketika Arema mengalahkan Persiba Balikpapan 3-0. Gol yang dicetak dihadapan 50.000 penonton tersebut sangat berkelas dan dicetak dari luar kotak penalti. Sayang, ketika menginjak pertengahan Putaran I ISL 2008/2009 ia harus menerima sanksi dilarang mengikuti sepakbola Indonesia selama 5 tahun oleh Komdis PSSI. Sanksi yang tidak sepadan hanya karena tingkah protes Mbamba yang dinilai berlebihan tersebut semakin merepresentasikan bobroknya Komisi Wasit PSSI ketika itu. Ingat, gol ketiga Mbamba yang dianulir ketika Arema berhadapan dengan Persiwa di Babak 8 Besar LI 2007/2008 yang berbuah kerusuhan penonton. Gol itu dicetak melalui sundulan dan bersih karena melewati proses coming from behind. Belum lagi, beberapa kebobrokan keputusan wasit yang seringkali merugikan Arema ketika itu seakan menjadi pelengkap yang harus diderita Arema.

Sebenarnya masih banyak Striker-striker andalan Arema yang lain yang bisa kita anggap sebagai pahlawan dan juga legenda Arema. Seperti kontribusi Franco Hitta yang saat ini sedang bergabung dengan tim Mitra Kukar. Hitta begitu dia dipanggil, hingga saat ini masih cinta, masih senang dengan Arema, sampai-sampai dia mentato lengan kirinya dengan gambar singa. Ada lagi Patricio Morales, yang begitu sangat explosive saat berduet dengan Mbamba. Akan tetapi saat dia sudah pindah ke klub lain (persebaya contone) Pato jadi mlempem. Hahaha jiwa singanya muncul saat di Arema, jadi kelihatan sangar. Tapi saat gabung dengan persebaya, jiwanya jadi jiwo boyo, yang panggawehannya hanya ndlosor di rawa. Hahahaha gak mbois! Tapi Pato still the best (pas nang Arema).

Salam Satoe Jiwa.

10 Komentar

  1. ojo dilalekno Rivaldo Costa Ambek Junior Lima sam

    • Uoyi thok sam, mergo lek tak lebokno nang kono kabeh kan judule gak dadi “10 Striker Arema Terbaik Sepanjang Masa”.hehehehe
      Tapi tengkyu masukane….
      pokok Aremania gak bakal lali karo jasa2ne pemain atau mantan pemain seng pernah mbelo Arema pokok e. Oyi?
      SASAJI ae……..

  2. GETHUK KOK GAK MASUK SAM ????
    Masih mending, drpd Johan

  3. arema patek

  4. ojok lali Franco Hita sam, lengan kanan e sampek d tato singo demi menunjukan kecintaan pada arema .
    545471

    • lah semisal semua kita tam[pilkan disini, yah bukan berjudul 10 striker Arema terbaik donk jadinya………..hehehe
      Aremania tidak akan lupa dengan jasa2 pemain yang pernah membawa harum nama Arema

  5. aremania stiker saya sukai adalah roman chmelo aremania vs the jack mania

  6. saya suka

  7. Mantap gan infonya keren abis

  8. para pemain arema sekarang skillnya bagus bagus, namun saya pengin aja kalo bisa utamakan pemain lokal agar tambah berkualitas seiring dengan jam terbangnya di lapangan hijau


Comments RSS TrackBack Identifier URI

Tinggalkan Balasan ke sogol Batalkan balasan

  • Paling Kanyab Diwoco

  • Arsip

  • Polling

  • Polling maning